Jumat, 08 Juli 2011

The Secular City by Harvey Cox ----- Resume dan Komentar

"The Secular City" adalah sebuah buku karangan Harvey Cox. Dalam buku ini, Cox  mengungkapkan bahwa sekularisasi tidaklah bertentangan dengan agama (terutama agama kristen), melainkan sejalan dan setujuan.

Pertama, Cox menerangkan bahwa peradaban manusia terbagi menjadi 3 tahap : tribe (suku), town (desa), dan technopolis (kota modern). Setiap tahap ini memiliki ciri masing - masing. Pada tahap tribe, keanggotaan dalam masyarakat didasarkan pada garis keturunan. Seseorang yang tidak berasal dari leluhur yang sama dengan mayoritas masyarakat tidak akan bisa menjadi anggota masyarakat itu. Seseorang tidak memiliki banyak kebebebasan dalam tindakannya, karena hampir seluruh tindakannya telah diatur dengan ketat dalam adat. Hubungan keluarga adalah yang paling tingggi nilainya dibanding hubungan lain, sehingga kesetiaan pada keluarga harus diutamakan dibanding segala hal lain. Sementara itu, pada tahap town, keanggotaan dalam masyarakat tidak lagi didasarkan pada garis keturunan, tapi lebih kepada tempat domisili. Pada tahap ini, masyarakat sudah bisa menerima "orang asing" yang bukan berasal dari leluhur yang sama dengan mayoritas masyarakat, tapi telah bersumpah setia kepada masyarakat tersebut sebagai bagian dari mereka. Seseorang mulai memiliki kebebasan dalam tindakannya, karena adat yang ada tidak mengikat sekuat pada tahap tribe. Pada tahap ini, hal yang paling utama adalah ketertiban umum dalam wilayah masyarakat, dan kesetiaan pada masyarakat harus lebih diutamakan daripada kesetiaan pada keluarga. Pada initinya, tahap town adalah sebuah transisi dari tahap tribe menuju tahap technopolis, dimana hal-hal yang menjadi tujuan dari proses sekularisasi sedang dicapai.

Menurut Cox, sekularisasi dan sekularisme adalah 2 hal yang berbeda. Sekularisasi adalah sebuah proses yang membebaskan manusia dan dunia dari kontrol agama dan pandangan hidup metafisikal yang tertutup dan mendorong sebuah pandangan hidup yang terbuka yang memiliki dasar dalam kitab suci (terutama Bibel umat Kristen), sementara sekularisme adalah sebuah pandangan hidup tertutup baru yang bukan hanya tidak sesuai, melainkan bertentangan dengan sekularisasi dan kitab suci manapun.

Menurut Cox, ada 3 tahapan sekularisasi, yang dilambangkannya dengan 3 bagian dari kitab suci umat Kristen. Yang pertama adalah pemisahan antara Tuhan dan alam, yang dilambangkannya dengan kitab Genesis Bibel, yang kedua adalah pemisahan antara agama dan negara, yang dilambangkannya dengan kitab Exodus Bibel, dan yang terakhir adalah pemisahan antara nilai-nilai moral dan ajaran agam, yang dilambangkannya dengan perjanjian Sinai.

Kemudian,Cox memaparkan tentang wujud dan gaya "kota sekuler" atau masyarakat ideal yang diimpikannya. Ia memaparkan bahwa wujud sosial atau dinamika masyarakat "kota sekuler" itu dapat dilambangkan dengan switchboard operator telepon, yang melambangkan anonimitas manusia dalam "kota sekuler", atau sebuah perempatan jalan layang yang melambangkan mobilitas manusia dalam "kota sekuler". Bagi Cox, anonimitas dan mobilitas adalah 2 hal terpenting dalam dinamika masyarakat "kota sekuler", yang tanpanya mereka tidak akan bisa hidup sebagai manusia. Sementara itu, gaya atau pola pikir masyarakat "kota sekuler" dapat dirangkum dalam 2 sifat, pragmatis (mengukur segala sesuatu berdasarkan fungsi dan manfaatnya) dan profan (memandang segala sesuatu dalam sudut pandang dunia yang kita diami saat ini).

2 komentar:

  1. Yeah... this is a resume of "The Secular City" by Harvey Cox as requested by my dad...

    BalasHapus
  2. It's great son! As one of the most celebrated modern theologian from Harvard Divinity School, reading Cox is not always easy. But you've got the clue. Noorcholish Madjid, one of the biggest Indonesian moslem reformers made the idea of secularization as his controversial issue. Keep going, better understanding will lead you and your generation to the better world to live in.

    BalasHapus